Sunday, February 3, 2019

Menelusuri Sejarah dari Sebuah Diary

Dimuat di Jawa Pos Radar Mojokerto, 16 Desember 2018

Judul               : TJAP
Jenis Buku       : Fiksi
Penulis             : Yuditeha
ISBN               : 978-602-5783-37-1
Tahun terbit     : Oktober 2018
Tebal               : 216 halaman
Penerbit           : Basabasi

Bisa saja sejarah-sejarah yang tidak terungkap dalam buku sejarah, dapat dibuka dalam sebuah novel. Meski berselimut fiksi, tapi hal-hal yang nyata pernah terjadi dapat dikatakan secara jelas dalam karya sastra berupa novel.
Seperti halnya novel karya Yuditeha, “tjap” ini. Sejarah pergerakan organisasi perempuan “Gerwani” pada tahun 1965 dikupas dengan latar hubungan emosional antara ibu dan anak perempuannya.
Cara bertutur dan novel yang minim dialog kecuali pada prolog dan pada ending, mulai masuk ke cerita setelah prolog selesai. Pembaca diajak “tjap” untuk menelusuri hari demi hari di September hingga Oktober 1965 dari sebuah diari.
Novel ini bermula dari seorang yang ingin membeli rumah di Madiun. Dia menemukan sebuah diari yang menarik hatinya di sebuah lemari. Ia kemudian membaca diari itu halaman-demi halaman.
Dalam novel yang ditulis oleh penulis yang berkali-kali menjadi pemenang dalam berbagai sayembara kepenulisan ini, seringkali terselip jejak-jejak sejarah yang luput dari buku pelajaran sekolah. Secara umum kita tahu bahwa Gerwani adalah organisasi perempuan milik PKI. Padahal pada awalnya Gerwani adalah organisasi yang berbiri sendiri, lepas dari PKI. Kemudian pada tanggal 8 September 1965 (hal. 49) baru rencana afiliasi Gerwani dengan komunis (PKI). Alasan Gerwani bersedia berafiliasi dengan PKI ini adalah kesamaan program. Demikian juga dengan organisasi lain yang pada awalnya berdiri sendiri dan bukan bentukan PKI, seperti: Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia, Lekra dan Himpunan Sarjana Indonesia (hal. 118)
Meski Gerwani adalah organisasi perempuan, namun Gerwani juga dibekali latihan fisik dan olah kanuragan. Hal ini terungkap dalam diari Pertiwi (tokoh yang menulis diari di novel “tjap”) pada 5 September 1965 di Jakarta.
Pada pemberontakan 30 September 1965 oleh PKI, mau tidak mau Gerwani juga tersangkut dalam hal ini. Meskipun begitu bukan berarti Gerwani menyetujui gerakan ini karena tidak mungkin bagi Gerwani untuk melakukan pemberontakan terhadap negara dan menganggap tindakan PKI ini terlalu tergesa-gesa (hal. 181).

“Tjap” dalam balutan sejarah ini bisa dikatakan sebenarnya adalah sebuah roman. Hubungan emosional antara seorang anak dengan ibunyalah yang menjadi selimut bagi perjuangan Gerwani. Seorang Pertiwi adalah anak dari seorang laki-laki anggota PKI yang pada 1948 ikut tewas terbunuh gerakan yang mereka sebut perjuangan. Ibu Pertiwi tentu mewanti-wanti agar Pertiwi tidak ikut terjerumus dalam organisasi serupa. Di sinilah hubungan antara ibu dan anak tersebut diukir dalam sebuah diari.
Yuditeha sebagai penulis rupanya cukup lihai memilih celah yang lebih lembut untuk mengatakan “kedurhakaan” anak yang tidak menuruti keinginan ibunya dengan tetap menjadi bagian dari Gerwani melalui sebuah diari. Meskipun begitu, sebagai anak, sang tokoh tetap menghormati ibunya. Pembaca mengetahui hal itu dan konflik-konflik lain melalui diari yang dibaca.
Meskipun ini cukup memiliki risiko, sebab bisa jadi ada pembaca yang bosan, karena sebagian besar adegan berbentuk narasi. Namun sang penulis rupanya telah menyimpan ending yang tak terduga dalam novel ini untuk mengobati rasa bosan dalam membalik-balik halaman diari.
Sebagai novel, “tjap” bisa dikatakan memiliki sudut pandang yang unik. Sebab dikemas dalam bentuk buku harian. Namun dengan isi yang padat, penuh konflik baik antara ibu dan anak ataupun antara Gerwani dan Pemerintah. Selain itu dalam ‘tjap” juga menyisipkan sejarah-sejarah yang sebagaian belum diketahui oleh publik.


Penulis Resensi :

Danang Febriansyah, resensi dan cerpennya telah dimuat dalam berbagai media massa. Belajar menulis di FLP Solo, Sastra Alit Solo dan #KampusFiksi Jogja. Buku kumpulan puisinya terbit Agustus 2018 dengan judul “Hujan Turun di Desa”. Kini tergabung dalam FLP Wonogiri dan Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Kab. Wonogiri.

No comments: