Saturday, January 31, 2015

KARAKTER MEDIA

Agar tidak salah dalam mengirim naskah, berikut karakter beberapa media di Indonesia :

KOMPAS: Cerpen eksperimental dan konvensional. Cenderung tema-tema sosial dengan semangat 'pembebasan'.  Memberi perhatian lebih pada liberalisasi, termasuk liberalisasi nilai sastra. Namun, karena kesadaran publik tertentu, Kompas tetap tampak sangat berhati-hati meloloskan cerpen. Maksimalkarakter tulisan: 10-13.000 karakter. Honor tulisan: Rp 1 juta. Email:opini@kompas.co.id

KORAN TEMPO: Menyukai cerpen puitis (pola tutur atau pengucapan bahasa estetis) tetapi cenderung menerima semua genre sastra. Juga memberi perhatian pada liberalisasi nilai-nilai sastra, namun lebih longgar. Maksimal karakter tulisan: 10.000 karakter. Honor cerpen Rp700 ribu.Email:ktminggu@tempo.co.id

REPUBLIKA: Membuka diri pada cerpen konvensional/eksperimental (tema apa saja, pendekatan Islami, semangat pencerahan). Republika lebih moderat. Bermisi kaderisasi. Tak kaku dalam seleraestetik. Republika berideologi Islam kosmopolitan, tidak akan memuat/mempromosikan karya (secara estetik dan tematik) berlawanan dengan ajaran Islam (dalam pengertian yang formalistik, tapi substansial). Maksimal karakter tulisan:10.000 karakter. Honor cerpen Rp400 ribu.Email:sekretariat@republika.co.id

MEDIA INDONESIA: Menyukai cerpen eksperimental, bertema kosmopolit maupun sekuler. Maksimal karakter tulisan:9.000 karakter. Honor cerpen Rp900 ribu. Email: cerpenmi@mediaindonesia.com

SUARA PEMBARUAN: Menyukai cerpen konvensional. Cenderung menyukai tema kepincangan sosial. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honor cerpen Rp400 ribu. Email: koransp@suarapembaruan.com

SUARA KARYA: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 8.000 - 10.000 karakter.Honor Rp150 ribu. Email: amiherman@yahoo.com

JURNAL NASIONAL: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional. Panjang cerpen:1000 kata. Format Rich Text Format (rtf)on attachment. Honor Rp375 ribu. Email: redaksi@jurnas.com,witalestari@jurnas.com,tamba@jurnas.com

SUARA MERDEKA: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 8.000 - 10.000 karakter.Honor Rp350 ribu. Email: swarasastra@yahoo.com

SINAR HARAPAN: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpenRp200 ribu. Email: redaksi@sinarharapan.co.id, blackpoems@yahoo.com

THE JAKARTA POST: Cerpen berbahasa Inggris, dengan tema eksperimental dan konvensional. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpenRp900 ribu. Email: editorial@thejakartapost.com.(Keterangan: saat ini kolom cerpen ditutup, akan dibuka lagi di waktu yang belum diketahui)

JAWA POS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honor cerpen Rp1 juta.Email:ari@jawapos.co.id,ariemetro@yahoo.com

KEDAULATAN RAKYAT:Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpen Rp400 ribu. Email: redaksi@kr.co.id,jayadikastari@yahoo.com

KORAN BERNAS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,khususnya isu ke-jogja-an. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honor cerpen Rp125ribu. Email: koranbernas@yahoo.com,bernasjogja@yahoo.com

JOGLOSEMAR: (Jogja-Solo-Semarang) Menyuka icerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpen Rp200 ribu.Email:harianjoglosemar@gmail.com

SOLOPOS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honorcerpen Rp200 ribu. Email:redaksi@solopos.com,redaksi@solopos.co.id

PIKIRAN RAKYAT:Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpen Rp200 ribu. Email: khazanah@pikiran-rakyat.com

TRIBUN JABAR: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Email: hermawan_aksan@yahoo.com,cerpen@tribunjabar.co.id

JURNAL BOGOR: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpen Rp400 ribu. Email: donyph@jurnas.com

BALI POST: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honor cerpen Rp200ribu.Email:balipostcerpen@yahoo.com,redaksi@balipost.co.id

RADAR SURABAYA:Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Honor cerpen Rp270 ribu. Email: radarsurabaya@yahoo.com

MINGGU PAGI: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: we_rock_we_rock@yahoo.co.id

KORAN MERAPI:Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Email: budaya.merapi@yahoo.co.id

SUMUT POS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: sumutbudayapos@yahoo.co.id

LAMPUNG POST: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Honorcerpen Rp200 ribu. Email: lampostminggu@yahoo.com

SINGGALANG: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: a2rizal@yahoo.co.id, hariansinggalang@yahoo.co.id

HALUAN: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: haluanminggu@gmail.com, haluanpadang@gmail.com

PADANG EKSPRES: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: yusrizal_kw@yahoo.com, cerpen_puisi@yahoo.com

WASPADA: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: waspada@waspada.co.id, sunanlangkat@yahoo.com

ANALISA: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: rajabatak@yahoo.com

MEDAN BISNIS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Maksimal panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: rahim_qah@yahoo.com

RIAU POS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter.  Email: budaya_ripos@yahoo.com

SERAMBI INDONESIA: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: redaksi@serambinews.com,serambi_indonesia@yahoo.com

BANJARMASIN POST: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: hamsibpost@yahoo.co.id

PONTIANAK POS: Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional,cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: redaksi@pontianakpos.co.id

HARIAN FAJAR: Menyukai cerpen eksperimental dan konvesional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: fajar@fajar.co.id, alimdjalil@ymail.com

Majalah HORISON: Menyukai cerpen konvensional dari berbagai genre sastra.Panjangcerpen: 10.000 karakter. Email: horisoncerpen@gmail.com

Majalah BASIS:Menyukaicerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Email: basismajalah@yahoo.com

Majalah SAGANG:Menyukaicerpen eksperimental dan konvensional, cenderung semua genre sastra. Panjang cerpen:10.000 karakter. Email: cerpensagang@yahoo.co.id

Majalah STORY: Majalah khusus cerpen. Menyukai cerpen eksperimental dan konvensional remaja.Cerpen: 13.000–14.000 characters with spaces (sekitar 8-10 hal). Cerbung: 26.000-40.000 characters withspaces (sekitar 20-30 hal). Novelette:30.000–35.000 characters with spaces (sekitar 23-25 hal). Kissing: 4.000 characters with spaces (sekitar 3 hal). Cerpen bahasa Inggris: 6.000 characterswith spaces (sekitar 4 hal). Ditulis spasi rangkap. Sertakan nama, alamat,telepon di halaman terakhir naskah. Pada email ketik: Subjek:cerpen/cerbung/kissing, dll. Kirimke:story_magazine@yahoo.com

Majalah ANNIDA:Syarat dan tulisan Annida: Cerpen: 5-10halaman,spasi 1 1/2, jenis font : Times New Roman, Ukuran Font 12 pt, UkuranKertas A4, tema bebas, tidak porno/ cabul, memberi pencerahan pada pembaca. Cerbung: 5-10 halaman,spasi 1 1/2,jenis font :Times New Roman, Ukuran Font 12 pt, Ukuran Kertas A4, maksimal 7Episode. Serial: 5-10 halaman,spasi1 1/2, jenis font :Times New Roman, Ukuran Font 12 pt, Ukuran Kertas A4, Ceritatidak bersambung (tiap episode memiliki judul tersendiri, tetapi dengan tokohyang sama), Maksimal 7 episode. Epik: 5-10 halaman,spasi 1 1/2, jenis font:Times New Roman, Ukuran Font 12 pt, Ukuran Kertas A4, kisah kepahlawanan(heroik) dalam maupun luar negeri. Cerpen Interaktif: 2-3 halaman, 1 1/2 spasi, A4, tema bebas, cerita belum bolehselesai (bersambung, akan diteruskan oleh pembaca yang lain). Kirim Tulisandengan format .doc atau .rtf. Sertakan: Alamat, No Hp, No Rekening (Nama Bank,Atas Nama). Tulis pada subjek: rubrik yang dituju-judul naskah. Contoh: Cerpen:Bunga-bunga Mekar. Tulisan yang belum layak muat ditayangkan di rubrik cerpenRijek (diupdate tiap awal bulan), tulisan masuk mendapat honor Rp.50.000/naskah, Epik dan Shortstory Rp. 100.000, sedangkan cerpen interaktifmendapat bingkisan, honor dibayarkan selambatnya sebulan setelah pemuatan.Komplain honor dan bingkisan dapat ditujukan ke email nida dengan subjek:Komplain Honor/ bingkisan.  Email:majalah_annida@yahoo.com, atau bisa juga langsung upload kewebsite Annida Online dihttp://www.annida-online.com/kirim-tulisan.html(tanpa harus menjadi member)

Majalah SAYS!: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: redaksi@majalahsay.com

Majalah GADIS: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Honor Percikan (cerpen mini tiga halaman) Rp.500ribu. Honor cerpen Rp. 850 ribu. Email: redaksi.gadis@feminagroup.com

Majalah CHIC: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remajaperempuan. Panjangcerpen: 10.000 -14.000 karakter. Email: chic@gramedia-majalah.com,chicstory@gramedia-majalah.com

Majalah KAWANKU: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: fiksi-kawanku@gramedia-majalah.com, cerpenkawanku@gmail.com

Majalah SEKAR: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Honor cerpen Rp. 400 ribu. Email: sekar@gramedia-majalah.com

Majalah ANEKA: Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: aneka@indosat.net.id

Majalah GIRLS: Cerpen konvensional pre-teens (anak 12-15 tahunan). Panjang cerpen:10.000 karakter. Email: girls@gramedia-majalah.com

Majalah HAI: Cerpennya harus cowok banget! Khusus cerpen eksperimental dan konvensional remaja. Panjang cerpen: 10.000 -14.000 karakter.Email: hai-magazine@gramedia-majalah.com

Majalah KARTIKA: Majalah wanita dewasa. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita dewasa. Panjang cerpen: 10.000 -14.000 karakter.Email:  majalahkartika@yahoo.com

Majalah FEMINA: Majalah wanita dewasa. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita dewasa. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: kontak@femina-online.com,kontak@femina.co.id

Tabloid NOVA: Majalah wanita. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita. Panjangcerpen: 10.000 -14.000 karakter. Honor cerpen Rp.400 ribu. Email: nova@gramedia-majalah.com

MajalahKARTINI: Majalahwanita dewasa. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita dewasa.Panjang cerpen: 10.000 -14.000 karakter. Email: redaksi_kartini@yahoo.com

Majalah CEMPAKA: Majalah wanita dewasa. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita dewasa.Panjang cerpen: 10.000 -14.000 karakter. Email: sontrotku@gmail.com

Majalah PARAS:Majalah wanita dewasa. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional khas wanita dewasa.Panjang cerpen: 10.000 -14.000 karakter. Email: majalahparas@yahoo.com

Majalah CAHAYA NABAWIY: MajalahIslam. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional ke-Islam-an. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: cahayanabawiy@gmail.com

Majalah JOEFIKSI: Majalah khusus cerpen. Panjang cerpen: 10.000 - 14.000 karakter. Email:  topderings@gmail.com

Majalah SERAMBIUMMAH: Majalah Islam. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional ke-Islam-an. Panjang cerpen:10.000 -14.000 karakter. Email: serambi_ummah@yahoo.co.id

Majalah SABILI: Majalah Islam. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional ke-Islam-an. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: elkasabili@yahoo.co.id

ANGSODUO.NET: Menyukai berbagai jenis genre cerpen eksperimental dan konvensional. Panjangcerpen: 10.000 – 14.000 karakter. Email: dua2angsa@gmail.com

ERA MUSLIM: Majalah Islam. Khusus cerpen eksperimental dan konvensional ke-Islam-an. Panjang cerpen: 10.000 karakter. Email: redaksi@eramuslim.com

Friday, January 16, 2015

AKU DAN INFOGRAFIS

Tahun berganti, tapi ingatan saya di 28 Desember 2014 masih lengket. Ketika ikut workshop di Inspira Studio, Bumi, Laweyan, Solo. Yang paling nempel di otak adalah tentang perkenalan saya dengan sebuah bidang yang bernama Infografis dengan narasumber seorang infografer nasional mas Alib Isa.
Infografis, yang saya ingat waktu itu adalah informasi yang diuraikan melalui gambar sehingga lebih mudah dipahami. Saya tahu kata infografis pertama kali ya dari workshop itu. Dan langsung terpesona pada gambar-gambar yang berupa informasi yang digunakan mas Alib Isa untuk menguraikan apa itu infografis.
Di akhir penjelasan, beliau mengadakan kuis kepada semua peserta untuk menggambar infografis. Pada saat yang sama, mbak Afifah Afra (yang juga menjadi narasumber untuk sesi menulis non fiksi) juga membuat kuis. Jadinya dua kuis dari mas Alib Isa dan mbak Afifah Afra di gabung : Membuat infografis dengan tema outline untuk membuat buku. Spontan saja saya membuat gambar, karena memang hobi corat-coret. Tapi tidak tahu tema apa yang ingin saya tulis untuk buku non fiksi. Maka spontan saya gambar ini :
Dengan keyakinan ini lumayan bagus. Benar saja, pada akhir sesi, diumumkan gambar yang terpilih. 2 dari Mas Alib Isa, 2 dari Mbak Afifah Afra. Gambar saya tersebut adalah 1 dari yang dipilih mas Alib Isa. Tapi temanya sama sekali nggak dilirik Mbak Afifah Afra. :-) Maka saya mendapat dooprize berupa pin dan kalender keren.
Itulah awal perkenalan saya dengan bidang yang dinamakan infografis. Hari-hari selanjutnya ada keinginan untuk menggambar seperti itu. Kemarin sore (16/1/2015), saya iseng menggambar ini menggunakan program paint :
Keinginan saya, saya ingin menggambar infografis tentang dunia yang juga saya suka, dulia kepenulisan. Lalu pada waktu kumpul-kumpul dengan Sastra Alit, saya menggambar dengan coretan tangan :
Lalu hari ini, coretan tangan tersebut saya edit menggunakan Coreldraw menjadi :
Menjadi lebih manis kan? Ternyata hobi corat-coret itu juga menyenangkan. Namun, saya ingin belajar tentang hal ini dan mengasahnya agar bisa lebih baik lagi. Seperti menulis.

Friday, January 9, 2015

DILEMA AHZAN (Cerpen : Danang Febriansyah)

Dimuat Di Harian Solopos, Jum'at, 9 Januari 2015


“Ibu,berhentilah …”
Namun suara itu hanya berkutat di dalam hati Ahzan. Mata bening miliknya mulai berkaca-kaca. Gunjingan tetangga itu benar adanya. Ibu mengakuinya di depan cermin.
* * *

“Ibu pulang …” riang hati penuh kerinduan menyeruak di hatiAhzan, lelaki sepuluh tahun ketika pagi-pagi matahari masih sedikit memendarkan cahayanya, matanya terbuka mendapatkan sebuah pemandangan yang setahun ini hilang. Sosok ibu yang selalu dirindukannya.
Tapi Ahzan nampak begitu ragu, apakah dia ibunya yang dulu ataubukan. Pakaiannya benar-benar beda. Ibunya tampak begitu cantik.Akhirnya dia meyakini setelah neneknya membuatnya percaya. Ahzan bangga bahwa ibunya adalah perempuan yang cantik.
Seorang wanita, yang telah berbeda sejak setahun ini, membawa dua kardus miinstan dan sebuah tas yang berisi pakaian dan oleh-oleh dari kota.
Kegembiraan pagi itu hanya milik Ahzan seorang. Bukan milik para tetangga-tetangganya, yang menganggap kepulangan Manis,ibu Ahzan adalah kepulangan sebuah aib.
Sejak kepergian Manis, tetangga-tetangga sering menggunjingkan bahwa pekerjaannya di kota adalah sebagai pelacur.
“Benar,”kata Darsi, seorang ibu yang suka ngerumpi.
“Jangan suka menuduh, itu nggak baik,” sambung Marni, istri pak RT.
Mereka hanya berdua, namun perbincangan mereka nampak seperti sebuah diskusi massa. Marni duduk di depan Darsi dengan rambut panjangnya yang terurai. Sementara Darsi duduk di belakangnya sambil mencari kutu dirambut Marni. Setiap kutu yang didapat selalu digigit olehnya.
“Siapa yang nuduh, ini kenyataan. Coba fikir, seorang janda pergi ke kota, lalu tiap bulan ngirim uang yang nggak sedikit. Apa coba kerjaannya kalau bukan jadi perek,” katanya Darsi sewot.
“Kok kamu yang sebel sih.”
“Jelas sebel dong bu RT, ini kan aib buat desa kita.”
“Kalau belum tahu kepastiannya, jangan berprasangka buruk dulu.”
“Suami saya tahu kok, dia kan juga merantau ke kota.”
“Jangan-jangan suamimu pernah memakai dia ya?” bu RT sedikit becanda.
“Ih,bu RT ini apa-apaan sih?!”
Dan mereka pun makin tenggelam dalam rumpiannya sambil mencari kutu rambut. Obrolan mereka sebenarnya disadap oleh perempuan tua, mbah Legi yang merupakan nenek Ahzan dari balik pagar bambu yang membatasi pekarangan dengan rumah Darsi, saat dia memetik daun melinjo yang masih muda.
Gunjingan-gunjinganpun makin jelas terdengar ketika Manis pulang, sehingga mbah Legipun ingin menanyakannya langsung pada anaknya, Manis. Karena terganggu dengan suara-suara tetangga yang makin memerahkan telinga.
Kemarin,sehari sebelum Manis pulang, burung-burung berkicau dalam keriangannya. Burung prenjak yang bertengger di pohon cengkeh depan rumah Ahzan kemarin berkicau cukup lama.
“Akanada yang datang Zan,” kata neneknya.
“Siapaya mbah?” tanya Ahzan yang berada di pangkuan nenek.
“Entahlah.”
Dan pertanda alam itu dipercayai Ahzan ketika pagi ini ibunya pulang,bukan hanya kiriman uang seperti biasanya, tapi juga wujudnya, wujud ibunya.
“Ini buat kamu,” kata ibunya dengan memberikan tiga potong pakaian baru,sebuah tas dekolah, sepatu dan beberapa buku tulis serta beberapa buah mainan. Ahzan sangat senang apalagi ibunya langsung memeluk dan menciumnya dengan penuh sayang.
“Ini buat ibu,” lalu Manis memberikan tiga potong kebaya dan kain batik kepada mbah Legi.
Mbah Legi menerimanya dengan senyum, senyum yang tersimpan sebuah pertanyaan yang mengganggu. Namun pertanyaan itu tak ingin diutarakan sekarang.
“Kamu tampak begitu lelah, sebaiknya kamu istirahat dulu,” kata mbah Legi pada Manis.
“Iyabu, perjalanan selama sehari semalam memang membuatku lelah. Mbah Sariyem masih jadi dukun pijat tidak bu?”
“Masih,nanti biar kujemput dia.”
“Terimakasih bu,” Manispun bangkit dari duduknya menuju kamar untuk beristirahat. Sementara Ahzan sedang asyik dengan mainan barunya.

* * *

Pertanyaan mbah Legi masih mengganjal di hati, namun tetap merasa sungkan untuk diutarakan. Dia hanya berusaha mempercayai apa yang diyakininya, bahwa anaknya berkerja dengan baik, bukan seperti yang dikatakan para tetangga.
Hingga  beberapa hari setelah kepulangan anaknya, mbah Legi tetap saja tak ingin menanyakannya, pertanyaan itu akhirnya sedikit demi sedikit terkikis.Gunjingan tetangga yang sering terdengarpun makin mengebalkan telinganya, dia hanya menganggap sebagai kontrol sosial saja. Tak ada masyarakat jika tak ada gunjingan. Apalagi selama di rumah,Manis berkelakuan baik, tak ada tanda-tanda kalau gunjingan tetangga itu benar adanya.
Tapi,suatu malam ketika mbah Legi masih belum bisa memejamkan mata, tiba-tiba terdengar derit dipan dari kamar anaknya. Derit itu tak seperti biasa, apalagi ada suara yang terdengar seperti dua orang. Dia mencoba mengintip dari dinding bambu yang membatasi kamarnya dengan kamar anaknya. Tapi keadaan kamar sebelahnya gelap. Meskipun begitu,keremangan telah membuat kepastian di hatinya.
Jantungnya bergetar cepat. Tidak.
Mbah Legi begitu murung pagi ini. Pemandangan semalam begitu merubah fikirannya selama ini. Dia membenci fikirannya yang berkata dusta. Dia membenci hatinya yang bicara bohong. Kemurungan nenek ini ternyata menjadi perhatian ibu.
“Ibu kenapa?”
Mbah Legi hanya diam. Diam dengan tatapan mata yang kosong.
“Ibu sakit? Jika sakit, nanti kita ke dokter.”
Nenek tua itu masih diam.
“Tadi malam aku mendengar dari seseorang. Ternyata saya selama ini menjadi gunjingan tetangga. Benar ya bu?” tanya Manis memancing diamnya sang ibu sambil menjemur handuk sehabis digunakannya untuk mandi, “jika ibu tahu, tak usah didengarkan, mereka hanya iri dengan keberhasilanku kerja dikota.”
“Jika hanya suara tetangga, aku takkan pernah memikirkan,” sahut mbah Legi datar, akhirnya nenek itu bicara juga, “semalam apa yang kamu lakukan?” suara nenek Ahzan sedikit meninggi.
“Dimana?”
“Kamu jangan pura-pura tidak tahu. Apa harus kujelaskan? Gunjingan tetangga itu ternyata benar adanya, semalam suami Darsi masuk ke kamarmu kan? Aku tahu dengan mata kepalaku sendiri …” air mata nenek meluncur membasahi pipinya yang keriput. Manis termangu.
“Sudahlah Bu,” Manis berusaha menenangkan diri dan ibunya.
“Sudah bagaimana? Ternyata uang yang kau kirimkan dari kota itu uang haram,jika ku tahu, aku tak sudi menerimanya. Rupanya kamu telah tergoda dengan harta!”
“Bu, saya kerja begitu bukan untuk diri sendiri. Itu buat sekolah Ahzan,buat ibu dan buat kita. Coba kita bisa makan apa jika aku tak kerja?Apa bisa Ahzan sekolah? Ini demi kita bu.”
“Harta itu tidak pernah abadi.”
“Tapi kita butuh itu.”
“Harta datang, tertahan dan pergi, itu sudah kodrat.”
“Kita tetap memerlukannya.”
“Bukan dengan cara sekotor itu.”
“Kita bukan orang bersih.”
“Tapi hati kita bisa bersih.”
“Terserah.Jika ibu tak mau menerimanya, bagiku tinggal buat Ahzan. Yang penting dia bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Dia bisa jadi orang.Cukup.”
Lalu Manis terus mengurung diri di kamar, begitu juga ibunya, mbah Legi. Bahkan mbah Legi benar-benar tak mau makan dari uang yang dihasilkan Manis. Sampai berhari-hari.
Berkali-kali Manis membujuk ibunya,tapi mbah Legi punya pendirian yang begitu keras. Dia seakan jijik melihat anaknya.Sampai akhirnya nenek sakit, badannya semakin kurus. Dia tak pernahmau makan meski hanya sesuap.
Dan sang malampun hadir membawa akhir dari kehidupan mbah Legi.

* * *

Malam itu, Manis mematut diri di depan cermin, memoleskan lipstik di bibirnya. Sedang menunggu seseorang.
“Dunia memang aneh. Nenek mati begitu menyedihkan. Dia mati dibunuh pendiriannya. Ah … semoga kamu mendapatkan kehidupan yang lebih baik di sana,” Manis kemudian menyisir rambutnya, “Tapi bagiku aku bangga dengan pekerjaanku ini. Membuat orang senang adalah sebuah ibadah. Aku bangga disebut pelacur, perek atau apalah namanya. Aku suka melakukannya,” Manis bergumam sendiri di depan cermin. Senyumnya menyeringai.
Dia tak pernah tahu, di balik pintu kamar yang sedikit terbuka sepasang mata bening sedang berkaca-kaca mendengar ucapannya.
“Ibu, berhentilah…”
Namun suara itu itu hanya berkutat di dalam hati Ahzan. Keinginan untuk menghentikan gaya hidup ibunya itu hanya bisa diteriakkan dari dalam hatinya. Mata bening miliknya mulai berkaca-kaca.Gunjingan tetangga itu benar adanya. Ibu mengakuinya di depan cermin.
Suaranya tetap tersimpan di hati, sebab tanpa apa yang dilakukan ibunya, dia takkan pernah bisa membaca dan menulis.

* * *

PEMABUK (Cerpen : Danang Febriansyah)


Dimuat dalam Buku Antologi 10 Cerpenis Terpiih Jawa tengah "JOGLO 4" Taman Budaya Jawa Tengah, April 2007.

__________

Hari ini …

“Ya harus bagaimana lagi, semuakan telah berjalan, saya sudah demikian lekat dengan ini. Jadi kasih saja saya upah yang saya minta ini. Bukan duit!” 
“Aku jadi tak mengerti, permintaanmu itu nggak biasa.”
“Sudahlah! Aku sudah mengerjakan semua yang kamu minta, jadi cepat kasih apa yang kuminta!” Han seakan telah habis kesabarannya
“Kamu yakin?”
“Kamu meledek?!” Han mencengkeram kerah baju majikannya itu
“Aneh saja apa yang kamu minta. Jadi uang ini tak kamu terima?”
“Cepat belikan saja uang ini dengan vodka, bir, arak, ciu, atau apalah. Sebelum saya naik darah!”
“…” majikannya menjadi ciut nyali, tak dapat berkata apapun.
“Cepat!!!”



* * *



Esoknya …
“Dia mati.”
“Masa’ sih?”
“Bener, tadi tergeletak di posko partai.”
“Sukurin.”
“Desa kita jadi aman.”
Kabar itu menggemparkan penduduk, mereka saling membicarakan tentang kematian yang mendadak itu. Han, biasa akrab disapa ditemukan tak bernyawa di posko partai di samping botol-botol minuman keras kegemarannya.



* * *



Tadi malam …
“Bagaimanapun juga, kita happy malam ini, lupakan kesedihan, minum sampai pagi. Kita pesta, tenang saja. Ini semua hasil kerja kerasku,” ucap Han dalam mabuknya.
Edi, Maman, Koko pun dengan gembira ikut merayakan hari bahagia Han itu di posko partai pinggir jalan di desanya. Suara jangkrik malam itupun seakan lenyap ditelan tawa terbahak-bahak mereka. Malam yang berselimut dingin itu menjadi hangat oleh aroma ciu yang mereka tenggak bergiliran.
“Han, benar ini hasil usahamu?”
“Hei, kamu nggak percaya?”
“Habis ngerampok apa kamu?”
“Ini halal, tahu?!”
“Gak ada cerita ciu halal. Ciu itu hangat, baru aku percaya.”
“Sudahlah! Nikmati saja!”
Merekapun bergiliran menenggak minuman keras itu, aroma khasnya segera menyembur menyelimuti posko. Kulit kacang berserakan menemani pesta minuman keras mereka. Penduduk tak ada yang berani mencegah perbuatan mereka. Mereka takut. Kapok menasehati. Seperti ketika pak Wadi mencoba menghentikan perbuatan mereka, penduduk takut hal itu terulang kembali.
“Ini posko partai, yang membuat juga warga masyarakat, kenapa kalian mengotorinya dengan minuman keras seperti ini?” begitu kata pak Wadi beberapa bulan lalu ketika menasehati geng Han.
“Hei pak, kami tak mengganggu kamu, kenapa kamu repot-repot mengganggu kami?!” Han menyeringai.
Pak Wadi tersinggung, “Han, kami diam bukan berarti kami menyukai perbuatan kalian ini. Kalian telah mengotori Desa dengan minum minuman keras seperti ini. Aku tidak melarang perbuatan kalian ini jika kalian tidak di sini melakukannya!”
“Kamu mengusir?! Terus mau kamu apa?!” Han berdiri dan mendekati pak Wadi, seperti biasanya ketika Han marah, kerah baju pak Wadi dicengkeramnya.
Pak Wadi menatap Han, aroma ciu menyambut hidung pak Wadi, mata Han melotot merah. Ciut juga hati pak Wadi. Dia diam tak bisa bicara. Seketika itu pukulan Han telak menghantam muka pak Wadi, hidungnya berdarah. Pak Wadi terjengkang.
“Pergilah kau pak Wadi! Jangan ganggu kami jika kamu tak mau diganggu,” kata Han sedikit berteriak. “Cepat pergi!!” teriaknya sekali lagi.
Pak Wadi berusaha berdiri tertatih-tatih, seketika itu teman-teman Han ikut menghajarnya, sekali lagi, pak Wadi terjengkang. Dan babak belur! Dini hari, ketika pesta telah berakhir, mereka pulang terhuyung-huyung dan tertawa terbahak-bahak. Ketika melewati depan rumah pak Wadi, mereka meneriakkan sumpah serapah dan mengumpat tak karuan. Segera batu-batu di pinggir jalan dilemparkannya ke rumah pak Wadi. Jendela kaca, genting rumahpun pecah berantakan.
Mereka makin larut dalam tawa mereka. Maka setelah itu tak ada warga masyarakat yang berani menasehati Han dan teman-temannya. Bukan berarti mereka telah menyukai kegiatan Han itu, mereka tetap membencinya. Hanya kemarahan dalam hati saja yang bisa mereka lakukan. Tak jarang teman-teman Han menghentikan kendaraan yang lewat di jalan depan posko yang telah dijadikan markas Han untuk meminta uang dengan paksa. Tentu saja mereka selalu berhasil mendapatkannya.



* * *



Pagi ini desa geger.
Han ditemukan mati di markasnya. Di samping kulit kacang yang berserakan, botol-botol minuman keras yang berserakan pula.
“Dia mati,” kata salah seorang penduduk.
“Masa’ sih?” tanya pak Wadi seperti tak percaya
“Bener, tadi tergeletak di posko partai.”
“Sukurin!”
“Desa kita jadi aman,” dan seorang penduduk itu berlari mengabari orang-orang seperti bahagia ketika lebaran tiba.
Merekapun berbondong-bondong ke posko partai untuk melihat mayat Han yang telah membujur kaku di dekat minuman keras kegemarannya. Mereka bukan warga yang pendendam, mereka juga bukan warga yang sombong. Mereka segera membawa mayat Han ke rumahnya di ujung Desa untuk memandikan dan mengkafaninya. Lalu menguburkannya.
Mantan istri dan anak Han telah dikabari, tapi hingga mayat Han akan dikebumikan, mereka tak juga datang. Han telah menceraikan istrinya yang tak kuasa melihat hobi Han, ketika istrinya menasehati Han, hanya tamparan dan penyiksaan yang didapatnya. Akhirnya istri Han minta cerai dan pergi dari Han membawa anaknya yang masih balita. Tanpa mantan istri dan anak Han yang mungkin masih membenci penyiksaan Han terhadap dirinya, penduduk segera berangkat menguburkan mayat Han. Upacara pemakaman berlangsung tanpa tetes air mata sedikitpun, hanya senyum-senyum bahagia yang tak tampak, tapi terpancar dari para penduduk yang melayat. Hanya segelintir orang saja yang ikut ke kuburan. 
Diantara mereka ada Edi, Maman dan Koko yang ikut dalam penguburan itu, hanya mereka yang tampak sedih. Penduduk tak mempedulikannya. Setelah penguburan di rasa cukup, orang yang ikut mengubur segera meninggalkan kuburan, tinggal teman-teman Han saja.
“Sudah, nggak usah lama-lama bersedih,” kata Maman, dengan mata yang memerah.
“Setelah ini siapa yang menraktir kita?” Koko tampak masih sedih.
“Tak usah fikirkan, cepat siramkan ciu itu,” balas Edi tak sabar.
“Sayang sebenarnya, ciu tiga botol harus disiramkan ke kuburan Han,” kata Koko yang membawa tiga botol minuman keras
“Nggak apa-apa, biar Han tetap mendapat kehangatan.”
Dan tiga botol minuman keras itu segera membasahi kuburan Han setelah sebagian minuman itu mereka minum bergiliran. Sebagai ganti taburan bunga di atas kubur.
Na’udzubillah!!! Batinku ketika mendengar cerita dari penduduk yang tinggal di Desa Han.


Senin, 29 Januari 2007 09.35 WIB
Based on true story

SEBUAH IRONI (Cerpen : Danang Febriansyah)

Dimuat di Solopos Minggu Agustus 2006 dengan Judul “ Sebuah Ironi” 

Senin pagi itu Kepala Sekolah mengumumkan bahwa siswa terbaik mereka terpilih untuk mengikuti olimpiade fisika tingkat nasional. 
“Kebanggaan bagi sekolah kita, satu dari kalian akan dikirim ke Jakarta untuk mengikuti olimpiade fisika tingkat nasional,” suara Kepala Sekolah menggema, “Setelah memenangkan lomba fisika di tingkat propinsi, Ririn, siswi Kelas tiga IPA kembali membuat sekolah kita bangga.” 
Ririn, siswa perempuan kelas tiga IPA itu terkejut. Dia tak pernah menyangka hasil belajar selama di SMA dan selalu mendapatkan ranking tertinggi setiap ulangan umum menuai hasil lain yang membanggakan dan dia sendiri tak pernah membayangkan. Sebab dia tak pernah tahu bahwa lomba fisika di tingkat propinsi itu dimenangkannya, pengumuman simpang siur, hadiahpun sampai sekarang tak pernah dia pegang. Hingga dia mengikis harapannya pada lomba tiga bulan lalu itu. 
Namun pengumuman Kepala Sekolah pagi ini benar-benar mengejutkan keberadaannya sebagai seorang siswa yang mendapatkan kompensasi karena keluarganya tergolong keluarga yang kurang mampu. 
Pengumuman sehabis upacara itu benar-benar membuat keringat dingin keluar. Suara gemuruh tepuk tangan dari seluruh peserta upacarapun membahana di halaman sekolah. 
Mereka bangga, mereka gembira. Ririn menangis … 


* * * 


Pengumuman enam bulan lalu itu bukanlah sebuah kenangan manis bagi seorang Ririn. Semua itu adalah kenangan pahit yang harus ditelannya. 
Ujian kelulusan tahun ini dia tak mendapat keberuntungan untuk lulus. Ririn tidak lulus, karena nilai fisikanya kurang dari setengah poin dari standar pemerintah. 
Ririn menangis ketika menatap piagam penghargaan-penghargaan saat dia menjuarai lomba-lomba sains yang terpampang di dinding kamarnya. Ingin rasanya dia membakar seluruh piagam dan tropi-tropi yang menjadi miliknya. 
Ririn menangis ketika mengingat dia juga menjuarai olimpiade fisika tingkat propinsi, lalu dikirim ke Jakarta untuk mengkitu lomba tingkat nasional dan mewakili negara untuk mengikuti olimpiade fisika tingkat internasional, dan saat itu dia menjadi juara harapan satu. 
Sekolah tiga tahun tanpa pernah tidak masuk tanpa ijin itupun hanya seperti neraka yang membunuhnya berkali-kali. 
Dia menangis sendiri di dalam kamar. Ditatapnya ijasah yang dikeluarkan pemerintah dengan tulisan TIDAK LULUS yang mengiris jiwanya. 
Dilihatnya cairan anti nyamuk di sudut ruangan …. 



* * * 


Sehari sebelum ujian nasional, kejadian yang mendadak merusak segala konsentrasinya. Kejadian tragis yang memupus segala harapannya. 
“Rin, cepat ganti pakaian, kita ke rumah sakit,” kata ibu Ririn ketika Ririn baru pulang dari sekolah dengan mata yang sembab. 
“Ada apa bu?” 
“Bapak kecelakaan,” ibu menangis. 
Ririn menatap ibu seakan tidak percaya. Ingin rasanya menanyakan sekali lagi, tapi isyarat air mata dari ibu cukup menjawab pertanyaan Ririn yang masih mengendap di hati dengan tuntas. 
Merekapun pergi ke rumah sakit dengan hati yang hancur lebur. 
“Maaf bu, luka bapak teramat parah. Kami tak bisa berbuat banyak. Tuhan telah mengambilnya,” dokter rumah sakit tampak begitu pasrah. 
Ibu dan anak itupun tak mampu membendung air matanya. Mereka segera menghambur pada tubuh yang telah tertutup kain putih di ranjang rumah sakit. 
“Mandor itu terlalu jahat. Dia mendorong bapak dari lantai tiga belas tanpa mau mendengar keterangan bapak,” kata ibu dalam tangisnya. 
Bapak yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja serabutan itu harus menebus nyawanya dengan harga yang sangat tidak pantas. 
Ririn terus menangis. Terlintas-lintas berbagai kenangan yang begitu rapi tersimpan di hatinya. Tak pernah terbayangkan orang yang dihormati itu begitu cepat meninggalkannya. 



* * * 


Memusatkan konsentrasi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan saat keadaan benar-benar membuatnya terpukul. 
Ujian kelulusan hari ini membuatnya tak bisa penuh dikerjakannya. Segalanya seakan habis dihempas badai kehidupan yang telah memporak-porandakannya. Baru kemarin. 
Selama satu minggu bergelut dengan ujian tak bisa membuat Ririn sepenuhnya mengerjakan soal-soal dengan tenang. Tapi dia tetap berusaha dengan sangat bersungguh-sungguh. Belajar tiap malam, mengulang pelajaran-pelajaran sejak dia duduk di kelas satu SMA hingga kini menginjak kelulusannya. 
Kematian bapak yang begitu tragis. Apalagi bapak tewas karena satu hal, bapak dipanggil ke sekolah untuk menyerahkan data keluarga tidak mampu. Saat itu memang bapak tidak masuk kerja, karena memenuhi panggilan sekolah. Tapi mandor tempat bapak kerja tak pernah mau mendengar keterangan dari bapak. Karena sebab itulah, nyawa harus menjadi upah akibat tidak masuk kerja. Benar-benar hukuman yang tidak adil. Ririn terpuruk. 
Saat pengumuman kelulusan sekolah di gelar. Ririn benar-benar terpukul tiada tara. Dia tidak lulus ujian. 
“Rin, yang tabah ya nak,” kata ibu sehabis mengambil ijasah sekolahnya. 
“Kenapa bu?” Ririn heran 
“Tuhan kembali menguji kamu. Kamu belum lulus,” ibu menghentikan ucapannya karena tangis segera menyeruak. 
Ririn memeluk ibunya dengan sedih yang terluapkan. Tapi ibu hanya berusaha menghibur Ririn, bukan menghibur hatinya. Jantung yang selama ini lemah, semakin melemah sampai akhirnya dia tersungkur menghempas di teras sekolah. Teriakan histeris Ririn memenuhi seluruh sudut sekolah. 



* * * 


Piagam dan tropi-tropi yang didapat Ririn karena prestasinya itu bukanlah sebuah kenangan manis bagi seorang Ririn. Semua itu adalah kenangan pahit yang harus ditelannya. 
Ririn menangis ketika menatap piagam penghargaan-penghargaan saat dia menjuarai lomba-lomba sains yang terpampang di dinding kamarnya. Ingin rasanya dia membakar seluruh piagam dan tropi-tropi yang menjadi miliknya. 
Ririn menangis ketika mengingat dia juga menjuarai olimpiade fisika tingkat propinsi, lalu dikirim ke Jakarta untuk mengkitu lomba tingkat nasional dan mewakili negara untuk mengikuti olimpiade fisika tingkat internasional, dan saat itu dia menjadi juara harapan satu. 
Sekolah tiga tahun tanpa pernah tidak masuk tanpa ijin itupun hanya seperti neraka yang membunuhnya berkali-kali. Pemerintah telah membunuh jiwanya. Mereka tak pernah tahu. Mereka hanya melihat nilai, bukan prestasi. Mereka sombong, mereka jahat. Mereka tak pernah tahu. 
Dia menangis sendiri di dalam kamar. Ditatapnya ijasah yang dikeluarkan pemerintah, bukan dari sekolahnya dengan tulisan TIDAK LULUS yang mengiris jiwanya. 
Dilihatnya cairan anti nyamuk di sudut ruangan.

* * * 

WONOGIRI, Kamis, 20 Juli 2006 09.24 WIB