Cover "Mengemas Kenangan" |
MENGEMAS KENANGAN DENGAN INDAH
Judul : Mengemas Kenangan
Jenis
Buku : Antologi Puisi
Pengarang : Yuditeha & Lusi Kristiana
ISBN : 978-602-0947-03-7
Tahun
terbit : Cetakan Pertama, Oktober 2014
Tebal : 100 Halaman
Penerbit : Bukutujju
Mengenang sesuatu dan mengemasnya dalam ruang hati yang khusus
menjadi sebuah kenikmatan tersendiri. Ada air mata yang tumpah saat melihat
foto penuh kenangan. Dalam diam melamun pun ada yang terlintas untuk dikenang.
Dalam kesibukan pekerjaanlah kenangan-kenangan yang mengumbar air mata itu
dapat dikendalikan, karena dalam menganggur segalanya bisa bermunculan. Lalu
hanya doa yang terlantun agar semua kenangan itu dapat mengajarkan untuk bisa
menjalani hidup dengan lebih baik.
Dalam kutipan puisi Lusi Kristiana yang judulnya diambil untuk
judul buku antologi puisi ini, “Mengemas Kenangan”, penulis yang juga seorang guru
dan barista handal ini menuliskannya sebagai berikut :
Apa yang ingin kau pisahkan
dari foto-foto manis
kenangan ini
mungkin tak seperti ketabahan sunyi
yang aku pinjam
untuk mengasuh air mataku
Tentang kenangan ini juga melahirkan rasa pedih dan seakan lupa
pada masa lalu karena perubahan yang terjadi. Hal ini terungkap pada puisi
Yuditeha (penulis novel Komodo Inside) yang berjudul “Kenangan” :
Sejak kapan kuraih mimpi itu?
Aku lupa.
Pertemuan itu telah menusukku.
Perih.
Pada sukma yang tergambar
Di jantungku.
Antologi
puisi ini adalah duet dua orang penulis sekaligus penyair yang tulisannya sudah
malang melintang menjelajahi nusantara, Yuditeha dan Lusi Kristiana
menuangkannya secara apik mulai dari hubungan antar manusia, tentang cinta,
tragedi, bencana. Tentang agama dan ketuhanan juga tentang rasa kagumnya pada
penulis terdahulu. Seperti sebuah nama “Pram” yang ditulis dalam sebuah bait,
bisa jadi itu adalah Pramoedya Ananta Toer, sebab kata setelahya ditulis “akan
bebas” yang kita tahu Pram adalah penulis hebat yang juga mantan tapol. Berikut
kutipan dari puisi Yuditeha yang bertajuk “Sejarah” :
Berbeda satu jam sesudahnya.
Aku tertidur di senja hari, pipis lalu lelap lagi
dan kembali pulang setelah pidato kedua.
Semuanya sudah pasti tadi pagi.
Pram akan bebas.
Setelah semuanya membaca
masa lalu yang tak sia-sia.
Tidak hanya itu, adanya manusia di dunia ini pasti karena
Kuasa Tuhan, Lusi Kristiana rupaya cukup religius. Puisi-puisinya sering yang
menyangkut cinta pada Tuhan. Contoh kecil pada “Melati di Barisan Pohon Pinus”,
dia menulis :
Wahai semesta cinta kasih
Curahkan cahaya cinta-Mu
Menerangi kegelapan ranah hidupnya.
Pada sisi yang lain, antologi puisi ini juga mengetengahkan rasa
prihatinnya pada bencana yang menerpa tanah air ini. Dalam “Musibah”, Yuditeha
membaca bencana banjir yang menerjang, di puisi ini, dia juga menuliskan ironi
dalam musibah yang datang, dengan menyentil pembuat video tentang bencana ini.
Hujan telanjang melahap daratan.
Hingga malam memanggilmu.
Tapi kau malah pergi ke berjuta-juta mata
Menciptakan video.
Tak hanya itu, banyak lagi tema-tema kehidupan dan keluarga.
Tentang orang tua, kadang mengkhususkan tentang ayah dan tentang anak. Juga
hak-hak hidup kita sebagai manusia dan warga negara yang semua bermuara pada
kehidupan.
Sejatinya antologi puisi ini bukan duet, dua orang yang mencipta
satu puisi, tapi dua orang yang menggabungkan karya-karya mereka dalam sebuah
buku. Meski sederhana, tapi dua penulis ini mampu membuka mata bahwa kita tak
bisa lepas dari sebuah kenangan. Mereka mampu meluaskan makna kata, tanpa ada
kata yang sia-sia. Karenanya, semua kenangan tersebut telah dikemas dengan
indah.
Penulis Resensi : Danang Febriansyah
No comments:
Post a Comment