Berikut beberapa tulisan ringan saya yang pernah dimuat di Koran Merapi Jogja. Mungkin bisa jadi referensi menulis pengalaman sederhana untuk dikirim ke Koran Merapi. Sebab tulisan ringan seperti ini juga dihargai berupa honor.
Belum semua tulisan ringan saya yang pernah dimuat di Koran Merapi saya tuangkan di blog ini. Ini hanya beberapa saja, karena tiba-tiba saja honor datang ke rumah tanpa saya tahu tulisan mana yang dimuat.
Menarik, kan menulis itu? Meski sederhana, tapi tidak ada salahnya dicoba. Untuk tulisan seperti ini, saya kira siapapun bisa bisa. Semoga bermanfaat.
PJSK (Pengamen Jalanan Satu
Keluarga)
Danang Febriansyah
Pengamen jalanan, ada di setiap
daerah di Indonesia. Tapi di sebuah desa di Wonogiri, ada pengamen jalanan yang
terdiri dari satu keluarga, dari orang tua hingga anak-anaknya. Anaknya pun
tidak hanya satu, tapi lebih dari lima orang. Yang paling kecil masih sekitar
usia anak TK hingga awal SD, juga ikut mengamen.
Seluruh anak-anaknya tersebut tidak
sekolah. Bukannya tidak mampu, tapi tidak mau sekolah meski sudah dibujuk
tetangga-tetangganya.
Jika sedang mengamen, dari pasar ke
pasar, selalu berombongan. Minimal lima orang bersaudara, termasuk yang paling
kecil. Kadang lebih, beserta bapaknya yang bertugas meminta uang pada pedagang
di pasar.
Mereka bahkan membuat kaos sebagai
seragam. Di bagian punggung kaos ditulis “PJSK. Pengamen Jalanan Satu
Keluarga”, sedang di bagian depan kaos ditulis nama-nama masing-masing
keluarga.
***
GENDAR PECEL RASA TOILET
Sarapan yang dirasakan teman saya
ini sungguh ajaib. Ia membeli gendar pecel untuk menu sarapan suami dan
anaknya. Sebagai istri, ia merasa itu adalah sebuah kewajiban, di samping untuk
sarapan dirinya sendiri.
Iapun
melajukan motornya menuju warung langganan, karena tutup ia berpindah di warung
lain dan membeli tiga bungkus gendar pecel. Sesampainya di rumah, ia menyiapkan
menu tersebut untuk suami dan anaknya. Ia sendiri juga langsung menyantap menu
itu.
Malang,
ia mencium aroma kotoran di sela makannya. Ia mengendus ke sana ke sini. Dan
ditemukan sepucuk kotoran manusia yang telah berlumur sambal pecel. Ia benar
terjadi dan menjadi sarapan yang maling menjijikkan sepanjang hidupnya.
***
Bule
di Dalam Pasar Tradisional
Minggu,
6 Oktober 2019, pasar tradisional Puhpelem, Wonogiri heboh. Bukan hanya karena
ramai pengunjung, tapi ada warga negara asing berkunjung ke dalam pasar. Para
penjual ramai menunjuk dan tertawa, juga berdecak melihat dari dekat seorang
warga negara asing. Beberapa berswafoto dengannya. Apalagi banyak penjual yang
barang dagangannya dibeli olehnya. Maka kebahagiaan terpancar dari para penjual
seperti mendapat hiburan lebih. Komunikasi pun banyak menggunakan bahasa tubuh.
Beberapa diterjemahkan oleh seorang wanita berkulit hitam manis di dekatnya.
Pun
seorang penjual tembakau, barang dagangannya berupa tembakau dibeli oleh warga
negara asing itu senilai Rp. 20.000. Seorang penjual buku meski sedikit bisa
berbahasa Inggris tak lepas juga didekatinya untuk mencari buku berbahasa
Inggris.
Setelah
sang bule dan perempuan di dekatnya berjalan meninggalkan kios tembakau, Mbah
penjual tembakau bertanya agak kencang pada penjual di sekitarnya. Membuat
pandangan beberapa orang tertuju pada mbah tersebut.
“Itu
perempuan di dekatnya, pembantunya, ya?”
“Itu
istrinya, Mbah. Istrinya,” jawab penjual buku perlahan.
***
JANGAN
BUANG SAMPAH SEMBARANGAN
Danang Febriansyah
Pesan “Buang Sampah Pada Tempatnya”
sudah sering kita dengar. Akan tetapi banyak orang yang tidak peduli dan buang
sampah sembarang tempat, meski itu orang yang sudah dewasa.
Berbeda dengan seorang anak kecil
kelas 2 SD di Bulukerto, Wonogiri. Ia selalu menyimpan sampah bekas snack
dahulu di sakunya atau di bagasi motor ayahnya jika belum menemukan tempat
sampah. Ia akan membuangnya jika sudah menemukan tempat sampah.
Kalaupun ia terpaksa membuang sampah
sembarang tempat, misal sampah basah, ia akan meletakkan sampah itu perlahan,
bukan melemparnya dengan perasaan menyesal tidak membuang sampah di dalam
tempat sampah. Ia meletakkan sampah itu sambil mengucap basmalah lebih dulu.
Kemudian ia berkata, “Maafkan aku ya Allah, buang sampah sembarangan.” Padahal
orang tuanya tidak mengajari kalimat itu.
No comments:
Post a Comment