Tuesday, February 16, 2016

TIONGHOA YANG HILANG


Judul               : TIONGHOA DALAM SEJARAH KEMILITERAN (Sejak Nusantara sampai
Indonesia)
Jenis Buku       : Non Fiksi – Sejarah
Penulis             : Iwan Santosa
ISBN               : 978-979-709-871-1
Tahun terbit     : 2014
Tebal               : xxxviii + 234 hlm
Penerbit           : Penerbit Buku Kompas
 *Dimuat di Koran Muria, Minggu, 14 Februari 2016
Penulis Resensi : Danang Febriansyah Komunitas Sastra Alit Solo, FLP Soloray
Penulis Resensi : Danang Febriansyah
Komunitas Sastra Alit Solo, FLP Soloraya
Etnik Tionghoa sejak zaman Majapahit ternyata sudah memiliki keterkaitan dengan sejarah panjang Indonesia. Bahkan berperan penting dalam membangun Indonesia menjadi Negara yang merdeka, bebas dari penjajahan bangsa lain. Hubungan itu tidak jarang naik dan turun, bahkan hingga terjadi pertumpahan darah. Tercatat, di abad ke 11 Masehi sudah terjadi hubungan antara Tionghoa dan Bali.
Sebelum kedatangan Eropa ke Nusantara, para pelaut dan saudagar Jawa telah berdagang dengan pedagang Tionghoa, India dan Arab.

ZAMAN NUSANTARA
Dalam buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiiteran Sejak Nusantara sampai Indonesia ditulis bahwa Dinasti Yuan yang berkuasa di Tiongkok saat operasi militer lintas laut akhirnya membidani kelahiran imperium terbesar di Nusantara, yaitu kerajaan Majapahit. Itu terjadi saat Prajurit tartar dari Dinasti Yuan yang menghimpun serdadu Han dan Hui (Etnis Tionghoa dan kelompok Tionghoa Muslim) berkoalisi dengan Raden Wijaya untuk menyerang Kerajaan Kediri dengan raja Kertanegara yang dianggap telah menghina kedaulatan Dinasti Yuan, karena utusan Kubilai Khan telinganya dipotong.
Sementara di Palembang, Laksamana Muhammad Zheng He pada operasi militer di tahun 1407 menumpas bajak laut yang bernama Chen Zu Yi yang bermarkas di Palembang. Pada zaman itu di Sumatera sudah puluhan ribu pemukim Tionghoa. Pemukim Tionghoa di Palembang dikenal sebagai pedagang sekaligus perompak.
Berbeda dengan di Bali, ada beberapa tarian bali yang diadopsi dari seni perang Tionghoa, antara lain, Tari baris Cina dan tari Tombak Cina. Lainnya, sebagai bentuk adaptasi dari budaya Tionghoa, lahir Barong Ket sebagai bentuk lokal dari Barongsai.

MELAWAN KOLONIALISME
Sejarawan Belanda menyebut pada tahun 1740-1743 atau dikenal dengan Perang Sepanjang terjadi perang yang disebut oleh Belanda dengan “Perang Tjina Melawan Ollanda”. Perang itu merupakan salah satu perang besar terhadap VOC, namun terlupakan (dilupakan?) dalam sejarah Indonesia modern. Seandainya saja koalisi antara Jawa dan Tionghoa ketika itu berhasil menumpas kekuasaan VOC, tentu tidak akan ada penjajahan Belanda, setidaknya di Pulau Jawa.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, VOC menangkapi orang Tionghoa dan puncaknya terjadi pembantaian misal pada 10 OOktober 1740. Diperkirakan sekitar 7.000 – 10.000 orang Tionghoa dibantai. Sehari kemudian Tionghoa membalas dengan menyerbu Benteng Kompeni di tangerang.
Itu satu diantara banyak sejarah tentang Tionghoa di Indonesia. Belum pada pertempuran 10 November 1945, Palagan Ambarawa dan lainnya saat melawan penjajah.
Banyak tokoh-tokoh Tionghoa yang berjasa dalam upaya kemerdekaan Indonesia, seperti Kim Teng pejuang kemerdekaan di Riau, Tonny Wen pahlawan asal Bangka yang terlupakan, Ferry Sie KKing Lien, gerilyawan muda di kota Solo saat Agresi Militer II sampai yang paling terkenal adalah John Lie yang namanya dijadikan nama KRI. Bahkan Tarmizi Taher (Mantan Menteri Agama) mengatakan, “tanpa John Lie, sejarah Indonesia bisa berbeda sekai dengan yang kita tahu sekarang.” Sebab kapal The Outlaw sangat disegani oleh Belanda, beberapa kali kapal yang dikomandoi oleh John Lie berhasil menembus pertahanan Belanda.
Masih banyak orang-orang Tionghoa yang terlupakan dalam sejarah Indonesia. Ketika Indonesia dirancang dalam bentuk Negara dan UUD, ada 4 tokoh Tionghoa yang duduk dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), mereka adalah Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw dan Mr. Tan Eng Hoa. Lalu ada satu nama Drs. Yap Tjwan Bing yang duduk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama anggota yang lain menandatangani UUD 1945. Anehnya, nama-nama tersebut  dihapus dari buku-buku sejarah terbitan pemerintah.
Dalam Buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran karya Iwan Santosa ini terungkap banyak hal tentang peran etnis Tionghoa di Indonesia. Bahkan hingga konflik-konflik dengan rakyat Indonesia sendiri diungkap dan membuka mata kita bahwa Indonesia itu memang Bhinneka Tunggal Ika. (*)
Penulis Resensi : Danang Febriansyah

No comments: