Sunday, November 29, 2015

CITA-CITA RERI




              
Sambil duduk bercengkerama bersama Reri yang belum genap tiga tahun, tiba-tiba kutemukan sebuah pertanyaan yang berkelebat di pikiranku, waktu itu di siang hari.
                “Kamu punya cita-cita jadi apa, nak?”
                Pertanyaan itu meski datang secara tiba-tiba, tapi sudah melalui endapan beberapa hari, karena pernah saya dengar, Reri, putri kecilku itu berkata suatu saat ketika sudah besar ingin menjadi dokter.
                Maka kuulang pertanyaan yang mengendap itu hari ini, dia masih diam sambil bermain dengan mainannya. Ku bertanya lagi dengan pertanyaan serupa.
                Dia melihatku, matanya bening, khas anak dibawah tiga tahun.
                “Jadi Bunda.”
                Saya seperti berhenti bernapas.  Perkataan itupun mengejutkanku, karena dia belum genap tiga tahun dan jawabannya di luar dugaanku.
                “Pingin jadi apa?” Kuulang lagi pertanyaanku karena seperti tak menyangka jawabannya. Sebelumnya saya menyangka jawabannya pingin jadi dokter, seperti beberapa hari yang lalu.
                “Jadi bunda.”
                Seakan dia menegaskan jawabannya lagi.
                Jawaban yang sederhana dan penuh makna, menurutku.
                Ya, saya tahu dia masih anak-anak, bahkan belum genap tiga tahun. Jawabannyapun bisa saja berubah lagi, seperti anak-anak yang lain.
                Tapi beberapa hari kemudian, ku ulang lagi pertanyaanku, jawabannya tetap sama. “Jadi bunda.”
                Dia memanggil ibunya dengan sebutan Bunda, memang. Apa dia mengidolakan bundanya sebagai tokoh panutannya? Kalaupun iya, itu tidak mengkhawatirkanku karena itu jauh lebih baik daripada mengidolakan para penipu berkedok alim di televisi. Ataupun mereka yang berteriak histeris mengidolakan orang-orang sedang joget di TV karena tampangnya.
                Bunda atau ibu, sebuah cita-cita? Bisa jadi tidak kalau itu berlaku untuk beberapa waktu yang lalu, karena bagaimanapun waktu itu perempuan otomatis akan jadi seorang ibu. Dan menjadi seorang ibu adalah sebuah kebanggaan karena merasa jadi wanita yang sempurna.
Tapi, mungkin benar menjadi ibu adalah sebuah cita-cita yang mulia kalau itu di saat seperti sekarang ini, karena di jaman sekarang ini, banyak yang tidak ingin jadi ibu karena memilih mendewakan kariernya sehingga mengesampingkan pernikahan sebagai jalan penyempurna separuh agama, yang itu jalan menjadi seorang ibu yang akan melahirkan anak-anaknya dengan cara yang baik dan halal.
                Tapi jawaban anak sekecil itu menampar perasaan dan otakku.  Menjadi bunda atau ibu itu sungguh teramat mulia. Karenanya dipundaknyalah pendidikan seorang anak bermula. Dihatinyalah, gelombang amarah keluarga bisa diredam.
                Karena, di bawah telapak kakiya, surga berada.

Sabtu, 10 Mei 2014          13.58 WIB

No comments: