Sunday, November 29, 2015

TANGIS RERI DI RUANG UGD



Tangis Ardhanareswari, anakku yang biasa kami panggil Reri dari dalam ruang operasi minor di gedung UGD RS. Kasih Ibu Solo sampai bisa ku dengar dari tempat pendaftaran. Jantungku berdetak kian kencang ingin segera melihat keadaannya.
Pagi ini, 24 Februari 2014, tepat hari Senin, aku minta izin dari acara ulang tahun SMA Al-Muayyad, dimana aku menjadi staf di sana, juga ijin dari SMP tempatku honorer sekolah di Wonogiri untuk mengantar anakku, Reri ke rumah sakit bersama bundanya.
Kemarin, baru aku tahu ternyata anting yang menempel di telinga Reri (Jawa : Ceplik) melekat, hingga salah satu bagian yang kecil, yang biasanya di sematkan di belakang terlihat masuk ke dalam kulit telinga karena luka dan seperti mengering. Saat itu seharian aku selalu terpaut pada telinga Reri yang bagiku nampak "mengerikan", sebuah benda asing tertanam pada kulit telinganya. Bahkan tidurpun semalam tak nyenyak. Sebuah ujian bagi kami untuk menjadi lebih kuat lagi dalam menjalani hidup.
Semalam, istriku, bundanya Reri mencoba melepaskan ceplik itu, tapi gagal, Reri menangis keras, terlihat nampak kesakitan dan akhirnya muntah karena tangisnya itu, maka kami googling mencari tempat yang tepat untuk melepas anting/ceplik dan mengobati telinga Reri yang infeksi itu. Sementara itu bunda mencoba menghubungi dokter tempatnya bekerja, mencari tahu rumah sakit mana yang bisa mengatasi masalah yang kami hadapi atas apa yang diderita Reri. dokter teman istriku bilang, kalau di rumah sakit langsung masuk bagian UGD saja.
Maka, pagi ini istriku harus menukar jam masuk kerjanya ke shift siang, sementara aku juga harus ijin tidak masuk kerja. Kami putuskan ke rumah sakit Kasih Ibu yang terdekat dengan rumah kontrakan kami. Kami langsung membawa Reri yang selalu nampak ceria ke dalam UGD. Dokter dan pegawai di sana langsung menyambut kami, mengarahkan kami ke tempat pendaftaran. Sementara saya menulis identitas Reri, istriku dan Reri sudah masuk ruang operasi. Begitu cepat penanganan di rumah sakit ini, fikirku lega.
Ketika menulis form pendaftaran, terdengar tangis Reri dari dalam ruang operasi, terhenyak hatiku mendengarnya. sakit...
Setelah selesai di pendaftaran, saya langsung menuju ruang operasi. Di atas pintu tertulis ruang operasi minor, dari dalam ruang itu tangis Reri terdengar makin jelas, hatiku makin teriris dibuatnya. Pintu ruang operasi tertutup, aku hanya duduk di kursi depan ruang itu, sementara Reri dan bundanya beserta para dokter dan perawat menangani luka di telinga Reri.
Kemudian seorang perawat keluar dari ruang operasi, "masih kecil nggak usah dipasang ceplik.."
Aku mengangguk. Hanya doa yang kupanjatkan, "Kau Maha Tahu yang kami rasakan, maka kumohon mudahkan urusan kami ya Allah.."
Tak lama kemudian perawat lain keluar, diikuti Reri dalam gendongan bundanya. kemudian dokter menulis resep sambil berpesan, "biar, gak usah pakai anting, masih kecil gak apa-apa, nanti kalau sudah besar dan minta pasang anting, bawa aja lagi ke dokter, aman." Dokter yang lain bilang, "Kalau perbannya lepas, bisa dikasih betadin kemudian ditutup dengan tensoplast."
Dua pesan yang melegakan hati kami. Luka di telinga Reri tertutup kain kasa. Kulihat anting Reri yang tadi dilepas, nampak berkarat. Kami ke kasir, membayar dan mengambil obat. Reri kembali riang namun masih bermanja-manja dalam gendongan bundanya, senyum bundanya menyublim dalam hatiku untuk merasakan kelegaan serupa.
Harga sekitar 200ribu yang kami bayarkan tak membuat kami menyesal demi kesehatan Reri, bahkan hidupkupun siap kuberikan.
Obat harus diminum Reri adalah penghilang rasa sakit dan antibioti yang harus dihabiskan dalam waktu lima hari. Ini tantangan kami selanjutnya, karena obat ini terasa pahit, biasanya kalau minum obat (sirup) Reri tak pernah menolak, tapi ini puyer. Dua hari lagi Reri harus kontrol lukanya lagi ke rumah sakit yang sama.
Sekarang Reri sudah terlelap setelah minum obatnya. sementara bundanya bersiap untuk berangkat kerja, dan aku juga harus merantau lagi, ke Wonogiri.
Terima kasih Tuhan, terima kasih dokter, perawat dan RS. Kasih Ibu.. Semoga Reri kembali bebas dengan dunia masa kecilnya.

No comments: