Sunday, November 29, 2015

TRAGEDI SORE

Saat tiba kehancuran ini

Melihat tenang yang terbujuk

Melangkah kecil, pergi

Untuk kemudian aku juga menjauh

Dalam sujud ada petir

Tangis mendobrak dan mengiris

“Tenanglah, Nak.

Dari sini sekuntum cinta akan selalu kami berikan.”

03092014

Puisi di atas saya beri judul "Tragedi Sore" yang saya tulis dalam perjalanan sesaat setelah pergi meninggalkan Reri untuk bekerja.
Ada rasa sedih ketika seorang ayah harus pergi meninggalkan anaknya yang baru berusia 3 tahun di rumah kakeknya. Sementara sang bunda belum bisa pulang, karena kami, ayah dan bundanya harus bekerja ke kota.
Sebenarnya sudah kami sudah berjanji pada pengasuhnya untuk merawat anak kami selama kami bekerja. Namun kakeknya ingin juga merawat sang cucu. Makanya selain ingin memberi pekerjaan pada pengasuhnya, kami ingin ada yang fokus untuk menjaganya saja.
Bagi kami, bukannya tidak suka anak kami diasuh kakek-neneknya. Hanya saja mereka sudah merawat cucunya yang lain dengan usia yang sama dengan Reri. Bukankah itu akan sangat merepotkan?
Sesaat sebelum saya kembali bekerja, Reri dibujuk kakeknya untuk diajak jalan-jalan. Reri sebelumnya berkali-kali mengatakan, "ikut ayah."
Mendengar ucapannya itu, hati saya terharu. Tapi setelah sekian lama, saya tak mendengar suaranya. Saya berlari keluar rumah dan ternyata dari kejauhan Reri berjalan kecil terbujuk oleh ajakan kakeknya.
Dalam sholat asar, tak terasa butir-buti air menetes di ujung mata saya mengingat Reri. Seakan ada rasa dipisahkan dengan anak.
Saya kuatkan hati, untuk kemudian juga pergi ke kota membawa keperihan terbujuknya Reri. Dan kemudian sebuah janji terucap,“Tenanglah, Nak. Dari sini sekuntum cinta akan selalu kami berikan.”

Apa yang saya rasakan mungkin tidak terjadi pada semua ayah di seluruh dunia, tapi pergi meninggalkan anak tanpa pamit (atau dalam bahasa jawa : nilapke) merupakan sebuah tragedi, sebab saya tak setuju dengan perbuatan itu. Seakan-akan memberi pelajaran berbohong pada anak. Hal itu tentu akan selalu diingat sang anak. Lebih baik pamit biarpun anak nangis daripada memberi pelajaran kebohongan.
Itu pendapat saya.

No comments: